Ricky Karanda Suwardi dan Angga Pratama |
Sebanyak empat wakil Indonesia di ajang turnamen
bulutangkis BWF Celcom Axiata Malaysia Open Super Series Premiere 2106 kemarin
harus tersisih di babak 16 besar dan gagal ke perempat final. Apakah permainan
mereka tidak bagus?. Tidak juga, rata-rata pemain yang tampil ini semuanya
punya skill dan pengalaman yang bagus dalam bertarung di banyak ajang dan juga
mengalahkan banyak lawan-lawan kuat. Lalu apa yang membuat mereka bisa kalah?.
Manegement point kritis mungkin menjadi jawabannya.
Empat wakil Indonesia yakni Berry Angriawan dan
Rian Agung Saputro, Angga Pratama dan Berry Angriawan, Melati Daeva Oktaviani
dan Ronald Alexander serta pasangan Anggia Shitta Awanda dan Ni Ketut Mahadewi
Istirani semuanya kemarin menghadapi lawan yang tidak mudah. Sayangnya, mereka
gagal memenangkan pertandingan padahal mereka sudah berhasil memberikan
perlawanan yang maksimal. Bahkan mereka sempat memimpin.
Berry Angriawan dan Rian Agung Saputro contohnya,
keduanya sudah unggul di game pertama saat turun menghadapi pasangan ganda
putra Korea Selatan Kim Gi Jung dan Kim Sa Rang. Mereka bahkan sudah memimpin
di poin kritis game pertama dengan 20-18. Hanya butuh satu poin untuk menang,
keduanya gagal mengamankan game pertama usai terkejar dan kalah 27-25. Mereka juga gagal di game kedua.
Pasangan Melati Daeva Oktaviani dan Ronald
Alexander pun sama. Menghadapi unggulan asal Inggris, penampilan pasangan muda
ini cukup cemerlang di game pertama. Menghadapi juara Super Series Premiere
Finals 2015, keduanya bisa menguasai pertandingan di game pertama. Mulai poin 3 hingga poin 14 mereka bisa
unggul atas duo Adcock. Kemudian menjelang akhir mereka terkejar dan kemudian
malah akhirnya kalah usai bermain sampai dengan 6 kali game points.
”Pasangan Inggris ini tampil lebih konsisten. Dari
pertama main sampai akhir sama saja. Sementara kami pada awalnya bagus dan
diakhirnya semakin menurun. Di game kedua kami sudah tertekan sejak awal
sehingga tidak bisa main dengan maksimal,” Kata Ronald.
Anggia Shitta Awanda dan Ni Ketut Mahadewi
Istirani sebenarnya punya peluang besar untuk bisa memenangkan pertandingan
menghadapi Zhao Yunlei dan Tian Qing. Mereka memiliki kesempatan untuk menang namun
seperti yang diakui Ketut, ia dan Anggia sendiri kurang tenang mengeksekusi
beberapa poin terakhir di game ketiga yang membuat mereka kalah.
”Di game kedua kami banyak tertekan, mereka juga
jauh lebih unggul. Kami sendiri kemudian kurang tenang di poin terkahir game
ketiga. Lawan lebih konsisten dalam menekan dari kami.” Ujar Ketut.
Lain lagi dengan pasangan Ricky Karanda Suwardi
dan Angga Pratama. Runner up New Zealand Badminton Open Grand Prix Gold 2016
dan Yonex Sunrise India Open Super Series Premiere 2016 ini sudah tampil bagus.
Bahkan keduanya punya kesempatan menutup pertandingan dalam dua game. Sayangnya,
kesalahan yang mereka buat di akhir game kedua setelah unggul 20-18 menjadi
hukuman bagi keduanya. Setelah pasangan Chai Biao dan Wei Hong bisa samakan
kedudukan 20-20, keduanya kemudian kalah dengan sangat menyesakkan dengan skor
30-29.
”Lawan lebih baik dari kami. Kami sudah berusaha
yang terbaik. Terakhir kami agak sedikit error sehingga gamenya harus lepas,”Kata
Angga.
Dari penjelasan pebulutangkis pebulutangkis
andalan Indonesia ini kita bisa mengetahui bahwa lepasnya game-game penting ini
dikarenakan ”mungkin” kurangnya kemampuan pemain-pemain kita untuk melakukan
management poin di saat saat kritis dan penting. Skill dan kemampuan mereka
sudah oke tapi eksekusi menjelang poin-poin penting inilah yang masih menjadi
masalah.
Masalah konsistensi di akhir akhir pertandingan,
kurang tenang di akhir game penentuan hingga kesalahan kesalahan yang dilakukan
di akhir pertandingan menjadi faktor faktor penyebab dan tentunya harus
diperbaiki kedepannya. Tinggal masalah waktu dan kesempatan yang diberikan
kepada pemain-pemain ini sehingga kedepannyua management point kritis mereka
bisa semakin membaik. Hopefully.
Management Poin Kritis Pemain Indonesia
Reviewed by Unknown
on
13.13.00
Rating:
Tidak ada komentar: